Selasa, 20 Maret 2012

tugas soft skill kelompok kewarganegaraan ke-2


MAKALAH KEWARGANEGARAAN
RS.OMNI INTERNASIONAL VS PRITA MULYASARI

DOSEN : INA HELIANY SH.MH
KELAS : 2EA14

KELOMPOK :                                 
·         Rizha qurnia putra                           : 16210098
·         Rosalia indah devi.p                          : 16210246
·         Sara lingkan                                      : 16210371
·         Sathya maha prawidya                     : 16210398
·         Sonya maria                                       : 16210657
·         Suci mutiara                                      : 16210708
·         Tissa novita sari                                 : 16210909
·         Wike widiyanti                                  : 18210508
·         Yohana mangunsong                        : 18210664

UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI

KATA PENGANTAR

            Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT, karena tanpa rahmat & Ridhonya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada INA HELIANY SH.MH selaku dosen kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

            Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang prita mulyasari vs rs.omni internasional. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.

 

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1       latar belakang…………………………………………………………………….....1/2

BAB II PEMBAHASAN
1.2       awal kasus prita mulyasari………………………………………………………….. 3
1.3       rs.omni internasional vs prita mulyasari dan UU 1945 PASAL 28…………………4
1.1.1    rs.omni internasional vs prita mulyasari dan uu no 10 2008……………………… .5/7
1.1.2    rs.omni internasional vs hak asasi manusia………………………………………...8/10
BAB III PENUTUP
1.1.3    Kesimpulan…………………………………………………………………………...11
1.1.4    saran………………………………………………………………………………11/12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………13
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………13
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG
            Munculnya televisi adalah sebuah keniscayaan sejarah yang tak gampang untuk ditolak kehadiranya.kemunculan televisi merupakan konsekuensi perkembangan teknologi komunikasi massa yang diakui atau tidak lelah membawa perubahan –perubahan yang berarti dimasyarakat.ketika suatu kasus atau peristiwa menyeruak atau muncul dimedia massa televisi dalam sebuah pemberitaan ,disaat itulah media dengan informasi yang diberikan mempengaruhi pola pikir,sikap dan perilaku masyarakat dimana mereka akan menanggapinya secara positif atau negatif pada masalah tersebut tergantung pada pemahaman setiap individu.
            Salah satu peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat baik dari golongan ekonomi menengah kebawah hingga ekonomi menengah keatas yaitu kasus yang membelit seorang ibu yang bernama PRITA MULYASARI ,peristiwa yang terjadi pada 3 juni 2009 hingga akhir desember 2009 lalu mengenai keluhan prita sebagai pasien pada RS.OMNI INTERNASIONAL melalui surat elektronik(email) kepada sahabatnya pada bulan agustus 2008 ini ternyata mendapat tuntutan baik perdata maupun pidana dari pihak rs.omni internasional kepengadilan negeri tangerang,banten.
            Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di Indonesia utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan oleh pihak rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya, Prita Mulyasari, karena menulis keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui milis,surat pembaca serta media publikasi internet.
1
            Peristiwa ini akan berdampak pada kepercayaan masyarakat sebagai pasien terhadap.
rumah sakit,kepercayaan yang sebelumnya positif terhadap rumah sakit dengan pemberitaan seperti ini pasti akan mempengaruhi nilai kepercayaan mereka bukan hanya terhadap rs.omni internasional tetapi juga terhadap rumah sakit yang jauh dibawa standar rumah sakit bertaraf internasional.
            Masyaratkan yang menyakini bahwa RS.OMNI INTERNASIONAL yang bertaraf internasional saja bisa terjadi malpraktik seperti yang dialami prita mulyasari apalagi rumah sakit yang terbilang dibawah standar rumah sakit umum besar yang lainnya.


2
BAB II
PEMBAHASAN
1.2. AWAL KASUS PRITA MULYASARI
            Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD dan dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita demam berdarah, atau tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher.Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
3


1.3. RS.OMNI INTERNASIONAL VS PRITA MULYASARI DAN UU 1945 PASAL 28
            Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.”
            Yang tersebut di atas merupakan sebagian kecil kutipan dari email Ibu Prita Mulyasari yang menyebar di kalangan intern keluarga dan koleganya. Email tersebut berisi keluhan Ibu Prita mengenai prosedur pelayanan di RS Omni Internasional. Prita Mulyasari adalah mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapat kesembuhan, malah penyakitnya bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan pasti mengenai penyakit serta rekam medis yang diperlukannya. Sebagai reaksi atas email komplain Ibu Prita Mulyasari, RS Omni Internasional mengajukan gugatan dengan perkara pencemaran nama baik kepada Pengadilan Negeri Tangerang. Kasus Ibu Prita tersebut mengundang berbagai reaksi pro dan kontra masyarakat dan beberapa pendapat praktisi hukum secara terpisah. Secara umum, terdapat berbagai pertanyaan terkait dengan kasus ibu Prita antara lain, pertama bagaimana kebebasan berpendapat sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 menjamin hak-hak ibu Prita? Kedua, bagaimanakah relevansi UUD 1945 pasal 28 terhadap reaksi yang dilakukan oleh RS Omni Internasional. Ketiga, bagaimanakah pembelaan hukum yang semestinya terhadap kebebasan berpendapat Ibu Prita.

4
1.1.1 RS.OMNI INTERNASIONAL VS PRITA MULYASARI DAN UU NO.10 TAHUN 2008 UU ITE DILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF
            Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapat kesembuhan, sebaliknya penyakitnya menjadi lebih parah dengan beberapa keluhan tambahan yakni pembengkakan di beberapa bagian tubuhnya. Lanjutnya Ibu Prita menemui kejanggalan pada keterangan medisnya, dimana trombositnya yang semula 27.000 pada diagnosis pertama menderita demam berdarah, kemudian secara terpisah dokter menginformasikan adanya “revisi” dimana trombosit Ibu Prita menjadi 181.000 dengan diagnosis virus udara dan gondongan.
            Keterangan medis tersebut antara lain, penjelasan medis tentang diagnosis Ibu Prita yang menderita demam berdarah hingga perubahan diagnosis menderita gondongan dan virus udara menular, harus dirawat dan dinfus serta diresepkan obat dengan dosis tinggi. Konsekuensinya, Ibu Prita mengalami pembengkakan di beberapa bagian tubuhnya seperti lengan, leher, dan mata. Hal ini selaras seperti yang dikeluhkan beliau:
  1. Keluhan: laporan lab yang “direvisi” dengan trombosit 27.000 menjadi 181.000
“…Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien…”

5
  1. Keluhan: pembengkakan beberapa bagian tubuh dan sesak napas
“..Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.  Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri…”
            Demikian keluhan yang diutarakan oleh pasien tentang prosedural perawatan dan komplain terhadap beberapa kasus medis yang tidak komunikatif dan informatif. Sayangnya, yang terjadi adalah menanggapi pernyataan dan komplain pasiennya, RS Omni Internasional Alam Sutra lantas berang dan merasa nama baik rumah sakit dan dokter bersangkutan tercemar. Sehingga komplain dan curahaan hati Ibu Prita Mulyasari berbuntut panjang di sidang pengadilan negeri Tangerang dan berakibat Ibu Prita Mulyasari dinyatakan bersalah. Ibu Prita resmi ditahan di Lembaga Permasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undanga Informasi dan transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat 3 sebagaimana terlampir pada halaman terakhir tulisan ini.
            Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang no 10 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”(UU ITE, 27:3)
6
            Beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multiinterpretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.
            Lebih lanjut, Departemen Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa tindakan Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan atas jasa sebuah layanan publik bukanlah merupakan penghinaan. Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, Gatot S Dewa Broto, di Jakarta, Prita yang mengungkapkan keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang konsumen. Menurut dia, hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf d. Pasal itu berbunyi:
“Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.”
Oleh karena itu, menanggapi UU pasal 27 ayat 3 UU ITE unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud di dalamnya menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus ini. Lebih lanjut, Gatot mengungkapkan bahwa pasal tersebut memuat unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak”, yang mana unsur tersebut menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana berdasarkan pasal ini.



7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar